![]() |
Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) Provinsi Kalimantan Barat |
PONTIANAKNEWS.COM (PONTIANAK) - Koordinator wilayah, Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) Provinsi Kalimantan Barat menyampaikan aspirasi penolakan kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) dan menuntut Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat untuk menaikkan Upah Pekerja buruh di Kalimantan Barat.
Hal ini
diungkapkan oleh Ketua Koordinator Wilayah, Konfederasi Serikat Buruh Seluruh
Indonesia (KSBSI) Provinsi Kalimantan Barat (Kalbar), Suherman saat diwawancara
awak media di kantor Gubernur Kalbar pada hari Rabu (14 September 2022) lalu.
Suherman
menyatakan kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) sangat berpengaruh kepada
buruh dan pekerja, Ia Koordinator wilayah, Konfederasi Serikat Buruh Seluruh
Indonesia (KSBSI) juga menyampaikan permohonan menaikkan Upah Pekerja buruh di
Kalimantan Barat
“Jadi
terkait kehadiran kami di Kantor Gubernur Kalbar bersama-sama dengan aliansi
SBSI yang diterima oleh Sekda Kalbar beserta jajaran Asisten II, Dinas Tenaga
kerja dan beberapa stakeholder lainnya, adalah dalam rangka melakukan Hearing
sehubungan dengan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) yang baru-baru saja,
diumumkan beberapa hari yang lalu, yang sekarang ini sangat mencekik dan
dirasakan oleh pekerja buruh di Kalbar,”ungkapnya.
Ketua
Koordinator Wilayah KSBSI Kalbar ini menilai, dampak daripada kenaikan itu
adalah dengan naiknya 30 persen harga BBM ini semuanya naik seperti bahan baku
sembako, tranportasi, listrik dan sebagainya sementara upah buruh itu tidak
naik.
"Maka
dari itu kami Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI) Kalbar ketemu dengan
pemerintah daerah sepakat bahwa segera mengusulkan kepada pemerintah pusat
untuk ditinjau ulang kenaikan BBM," ujar Suherman.
Lebih lanjut
dirinya mengatakan bahwa memang pemerintah memstimulan memberikan BLT, subsidi
kepada pekerja buruh beserta BPJS tetapi semua anggota SBSI yang masuk
kepesertaan BPJS karena ada beberapa khususnya di buruh harian lepas di sektor
sawit itu tidak masuk ke BPJS, yang belum dimasukkan oleh perusahaan.
"Maka
dari itu pertama kalau dia pakai data untuk Bantuan tunai atau subsidi kepada
pekerja dibawa 3,5 juta gajinya itu jelas tidak masuk karena dia tidak
terdaftar di kepesertaan BPJS, dari itu salah satu tuntutan kita Menolak
kenaikan BBM, yang kedua meminta kepada pemerintah provinsi Kalbar untuk segera
menyurati pemerintah pusat untuk meninjau serta juga membatalkan Omni Bus Law
khususnya klaster ketenagaan Ciker undang -undang Omni bus law khusus klaster
ketenagakerjaan bukan berarti kami menolak seluruh Omni bus law tapi di klaster
ketenagakerjaan yang selama ini di undang -undang nomor 13 cukup bagus tapi di
undang-undang Ciker ini didegerasi hak-hak buruh itu beberapa dihilangkan
bahkan outsourcing di legalkan dan tidak ada kepastian masa depan,jadi itu
salah satu juga merupakan isu yang kami angkat untuk ditindaklanjuti oleh
pemerintah daerah provinsi Kalbar, terus yang ketiga dampak kenaikan BBM ini
harga melonjak,kami minta pemerintah daerah untuk menjaga stabilitas harga,"
jelasnya.
Selain itu
Koordinator KSBSI Kalbar juga menyampaikan untuk menjaga stabilitas harga
ketika harga sudah melonjak bahan baku dan sebagainya otomatis berdampak pada
upah yang diterima oleh pekerja buruh, pihaknya menghargai karena dua tahun
terakhir ini upah pekerja buruh di Kalbar tidak ada kenaikan karena pandemi
covid tapi dengan baru memulai sekarang ini janganlah istilah disakiti dengan
kebijakan-kebijakan yang sangat memberatkan bagi pekerja buruh karena pekerja
buruh 70 persen adalah penopang pembangunan di Kalimantan Barat.
Adapun sikap
yang dinyatakan Serikat Buruh dan Pekerja Kalbar diantaranya:
1.Menolak
keputusan pemerintah pusat menaikkan harga BBM bersubsidi.
2.Meminta
pemerintah daerah Provinsi Kalbar menaikkan Upah Buruh Pekerja 7-10 % pada
tahun 2023.
3.Menolak UU
Cipta Kerja No.11 Tahun 2020.
4.Meminta
pemerintah daerah Provinsi Kalbar menjaga stabilitas harga kebutuhan pokok. (tim
liputan).
Editor : Putri