Kisah Awalnya Kue Keranjang, Catatan Budaya Syafaruddin Dg Usman |
PONTIANAKNEWS.COM
(PONTIANAK) - Kue keranjang dengan berbagai
nama lainnya, kue bakul atau dodol cina, kue keranjang yang dikenal sekarang
hanya ada di Indonesia, dengan sedikit penyebaran di Singapura dan Malaysia.
Kue lengket
manis ini terbuat dari ketan dan gula, di negeri asalnya bernama Nian Gao (Nien
Kau) atau nama lain dalam dialek Hokkian disebut Thi Kue, kue manis.
Disebut kue
keranjang karena dulunya menggunakan keranjang-keranjang kecil terbuat dari
anyaman rotan untuk mencetak kue ini. Sebagian lidah menyebutnya kue ranjang
kependekan dari keranjang.
Dalam
penyebarannya kemudian menjadi penganan khas banyak daerah yang punya kelhasan
masing-masing. Disebut juga dengan dodol dan jenang.
Kue
keranjang hanya marak menjelang dan saat Tahun Baru Imlek dan akan hilang dari
pasaran setelah kemeriahan lebaran Tionghoa berlalu.
Di dalam
sekeping kue keranjang ternyata mengandung makna yang sangat mendalam, terutama
makna kebersamaan, sama persis seperti pemaknaan Dodol Betawi.
Kue
keranjang merupakan produk ikatan sosial yang kuat di tengah masyarakat,
Tionghoa khususnya, karena pembuatannya sedikit rumit dan sulit.
Adonan
dimasak dalam kuali besar di atas tungku kayu dengan api yang tidak terlau
besar atau tidak terlau kecil. Harus dengan kayu bakar untuk mendapatkan panas
api yang pas dan rasa legit dodol.
Adonan kue
keranjang harus diaduk selama beberapa jam nonstop tidak boleh berhenti karena
jika berhenti tekstur yang diharapkan tidak tercapai, bahkan kue keranjang atau
dodol cina, akan sangat mengeras dan rasa tidak merata.
Saat ini,
serupa juga dodol lainnya, kue keranjang menjadi bagian yang tak terpisahkan
dari kehidupan masyarakat di Pontianak, Singkawang, sekitarnya di Kalimantan
Barat.
Dari negeri
asalnya kue keranjang yang bernama Nian Gao yang tawar, kemudian berkembang di
Negeri Selatan menjadi rasa manis dengan keunikan bentuknya. (tim liputan).
Editor : Putri